Asset 3 (3)

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

UMMUL AYMAN

SAMALANGA-BIREUN-ACEH

Berita Terpopuler

IMG_6786

“Haflah Takharruj” Warnai Perpisahan Santri Ummul Ayman

IMG_4977

Negeri Nun Jauh

IMG_4979

Berubah Tapi Tak Berbuah

ChatGPT Image 27 Apr 2025, 03.17.57

Rahasia Jodoh

Penyesalan Tak Lagi Bermakna

Ustaz Misterius

Rahasia Jodoh


Pagi yang cerah di pondok pesantren, para santri sibuk dengan aktivitas masing-masing—ada yang mandi, sarapan, dan muroja’ah hafalan. Saya bukan lagi seorang santri, tetapi tetap menjalani rutinitas seperti ini, kadang sendiri, kadang bersama sahabat saya, Ustadz Asyraf. Kami telah menjadi pengajar di pesantren ini selama satu tahun. Kebetulan, jadwal mengajar kami berada di Kompleks Putri. Hampir delapan bulan sudah kami mengajar di sana.

“Ustadz Arif!” panggil Ustadz Safar. “Ayo kita berangkat bareng. Ajak juga Ustadz Asyraf, kita jalan bersama.”

Arif memasuki kelasnya. Hijab yang terpasang rapi menjadi pembatas antara dirinya dan para santriwati yang menyambutnya. Seperti biasa, ia mulai mengabsen mereka. Namun, dari sekian banyak nama, ada satu yang belakangan ini selalu menarik perhatiannya: Putri Airania. Entah mengapa, sejak dua bulan terakhir, nama itu seolah terus menghantui pikirannya.

“Cukup sampai di sini pembelajaran kita hari ini. Wallahualam bissawab. Selawat semua!”

Santriwati mulai beranjak meninggalkan kelas, tetapi Arif menyadari ada satu yang masih tertinggal.

“Anti, mengapa masih di sini, Airania?” tanyanya.

“Maaf, Ustadz, pena ana hilang,” jawab Airania canggung.

“Apakah ini pena anti?” Arif menyodorkan sebuah pena.

“Makasih, Ustadz. Ana pamit.”

Meski percakapan itu sederhana, ada sesuatu yang membuat Arif terus memikirkannya. Sejak saat itu, dalam doa dan dzikirnya di sepertiga malam, nama Airania selalu terselip.

*

Waktu duha tiba. Seperti biasa, Arif kembali mengajar. Ia dikenal sebagai ustadz yang pintar, tetapi sifatnya yang cuek membuatnya tidak begitu menonjol. Meski begitu, banyak santri dan santriwati yang mengaguminya karena kecerdasannya yang luar biasa dan sikapnya yang rendah hati.

Drrr… drrr…

Ponsel Arif bergetar. Ia melihat layar dan segera mengangkatnya.

“Arif, besok kamu pulang, ya. Ada hal penting yang ingin Bunda dan Ayah bicarakan,” ujar Bunda di telepon.

Sepanjang perjalanan pulang, Arif bertanya-tanya. Mengapa tiba-tiba ia disuruh pulang? Biasanya, ia hanya pulang setiap dua bulan sekali.

Sesampainya di rumah, Arif mengetuk pintu.

Tok tok! “Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” jawab Bunda Aisyah dari dalam. Arif segera menyalami tangan ibunya.

“Masuk dulu, Bang. Tunggu Ayah pulang. Nanti Bunda jelaskan kenapa kamu dipanggil pulang. Kamu pasti penasaran, kan?” ujar Bunda sambil tersenyum.

Tak lama, Ayahnya tiba.

“Arif, kapan nyampenya, Bang?” tanya Ayahnya, Ahmad.

“Tadi, Yah,” jawab Arif singkat.

Ahmad duduk dengan serius. “Jadi begini, Ayah dan Bunda ingin menjodohkan kamu dengan anak sahabat Ayah. Bagaimana menurutmu?”

Arif menghela napas sejenak. “Kalau ini untuk kebaikan, saya mau.”

“Oke, malam ini calonmu akan datang ke sini,” ujar Ayahnya.

*

“Arif, cepat keluar! Tamunya sudah datang!” panggil Bunda.

“Oke, Bunda,” jawab Arif. Ia merapikan diri sebelum membuka pintu.

“Wah, ganteng banget anak Bunda!” canda Bunda Aisyah.

“Iya lah, kan anak Bunda,” jawab Arif percaya diri.

Bunda memperkenalkan seorang wanita yang duduk di samping Ayahnya. “Nak Arif, ini Tante Maya. Dan ini anak Tante yang ingin menikah denganmu.”

Saat Arif menatap perempuan itu, matanya membelalak. “Airania? Putri Airania?”

Semua yang ada di ruangan itu tampak bingung.

“Kalian saling kenal?” tanya Tante Maya.

“Iya, Aira salah satu murid saya. Kebetulan saya mengajar di Kompleks Putri,” jelas Arif.

Ayah Arif tertawa kecil. “Wah, cocok dong! Murid dengan gurunya sendiri.”

Airania hanya diam, mendengarkan percakapan orang tuanya dan Arif tanpa banyak bicara.

“Jadi, kalian mau menikah kapan?” tanya Ayah Ahmad.

Arif tersenyum. “Kalau menurut saya, lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau dua hari lagi?”

“Hah?! Nggak terlalu cepat, Bang?” tanya Bunda kaget.

“Semakin cepat, semakin bagus. Iya, kan, Yah?” Arif melirik ayahnya, yang hanya mengangguk setuju.

Semua tertawa.

“Baiklah, kalau begitu. Dua hari lagi kalian menikah. Persiapkan diri kalian,” ujar Bunda.

“Siap, Bunda,” jawab Arif mantap.

*

Hari yang dinanti tiba. Arif merasa sangat bahagia. Doa-doa yang ia panjatkan di sepertiga malam akhirnya dikabulkan.

“Saya nikahkan dan kawinkan anak saya, Putri Airania binti Nurdin Usman, dengan Muhammad Arif, dengan mahar 30 gram emas dibayar tunai.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Putri Airania binti Nurdin Usman dengan mahar 30 gram emas dibayar tunai.”

“Sah?”

“Sah!”

“Sah!”

“Alhamdulillah,” ucap Arif penuh syukur.

Ia tersenyum lebar. Murid yang selama ini ia kagumi, kini telah sah menjadi istrinya.

Airania menunduk, mencium tangan suaminya. Ia pun merasa sangat bahagia. Perjodohan yang awalnya ia kira akan menjadi sesuatu yang buruk, ternyata adalah takdir terindah yang Allah berikan untuknya.

Kisah Inspiratif

Berita Terkini

.