Asset 3 (3)

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

UMMUL AYMAN

SAMALANGA-BIREUN-ACEH

Berita Terpopuler

IMG_6786

“Haflah Takharruj” Warnai Perpisahan Santri Ummul Ayman

IMG_4977

Negeri Nun Jauh

IMG_4979

Berubah Tapi Tak Berbuah

ChatGPT Image 27 Apr 2025, 03.17.57

Rahasia Jodoh

Penyesalan Tak Lagi Bermakna

Ustaz Misterius

Penyesalan Tak Lagi Bermakna

Pagi itu, seperti biasa, Aqil berangkat ke sekolah tanpa pamit dan tanpa peduli pada ibunya. Sejak ayahnya meninggal dunia, sikapnya berubah drastis. Ia menjadi kasar, acuh tak acuh, dan sering menghambur-hamburkan uang tanpa berpikir panjang. Hari itu, kebetulan adalah ulang tahun ibunya, tetapi Aqil sama sekali tidak mengingatnya. Ia tetap pergi ke sekolah seperti biasa, berjalan kaki, meski setiap hari ia terus mengeluh ingin dibelikan motor. Namun, ibunya tidak memiliki cukup uang untuk membelikan kendaraan itu.

Sesampainya di sekolah, Aqil langsung menemui teman-temannya di kantin. Mereka bercanda dan menghabiskan waktu bersama.

“Bro, lo kapan bayar utang ke geng kemarin?” tanya salah satu temannya.

“Tenang aja, semua sudah beres kok,” jawab Aqil dengan santai, meskipun sebenarnya ia tidak tahu bagaimana cara melunasi utang itu.

Siang harinya, ia membolos. Bersama teman-temannya, ia pergi ke sebuah pasar dekat sekolah. Di sana, ia nekat mencopet seorang ibu-ibu demi mendapatkan uang. Namun, aksinya hampir ketahuan. Ia berlari sekuat tenaga, berhasil lolos, dan uang hasil curiannya ia gunakan untuk hal-hal yang tidak baik.

Namun, keberuntungannya tidak bertahan lama. Polisi berhasil menangkapnya. Aqil dibawa ke kantor polisi dengan wajah babak belur akibat amukan massa. Saat mendengar kabar itu, ibunya menangis pilu. Ia tidak menyangka anak satu-satunya harus berurusan dengan hukum. Namun, yang lebih menyakitkan, Aqil masih belum sadar akan kesalahannya. Ia malah marah dan menyalahkan keadaan.

Waktu berjalan, tiga jam sudah berlalu. Aqil masih berada di kantor polisi menunggu orang tuanya datang. Namun, tiba-tiba telepon berdering. Suara di ujung sana terdengar berat dan penuh duka. Polisi mengabarkan bahwa ibunya mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju kantor polisi. Ia meninggal dunia di tempat kejadian.

Aqil terpaku. Dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia meminta izin kepada polisi untuk membeli setangkai bunga. Niatnya, ia ingin memberikan hadiah ulang tahun untuk ibunya—walau sudah terlambat.

Setibanya di rumah sakit, Aqil berlari menuju kamar ibunya. Namun, ia tidak menemukan sang ibu di sana. Dengan perasaan kalut, ia mencari ke sana kemari hingga akhirnya mendengar kabar yang membuatnya membeku. Ibunya telah dipindahkan ke kamar mayat.

Seketika, tubuhnya lemas. Air mata yang selama ini enggan keluar, kini mengalir deras. Ibunya yang selama ini ia abaikan, kini telah pergi selamanya.

Saat hendak mengurus jenazah, Aqil menemukan sebuah dokumen di dalam tas ibunya. Ternyata, hari itu ibunya berniat mengambil uang untuk membelikannya motor. Ia ingin mewujudkan keinginan anaknya, meski harus mengorbankan banyak hal.

Bunga yang dibelinya terlepas dari genggamannya dan jatuh ke lantai. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia menyesali semua yang telah ia lakukan, tetapi segalanya sudah terlambat.

Tangisan tidak dapat mengembalikan apa pun. Ia hanya bisa menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.

“Penyesalan tak lagi bermakna,” ujar seorang wanita paruh baya yang berdiri di sampingnya, ikut menitikkan air mata.

“Nak, lebih baik sekarang kamu berdoa dan mengirimkan pahala untuk ibumu. Jangan ulangi kesalahan yang sama. Doakan dia dengan tulus,” lanjut wanita itu.

Dengan suara parau, Aqil menjawab, “Iya, Bu…” Ia kembali menangis, tapi kali ini bukan karena kesal atau marah, melainkan karena kehilangan yang begitu dalam.

Malam itu, ia menghabiskan waktu di masjid, memohon ampunan dan mendoakan ibunya. Kini, ia sadar bahwa kasih sayang seorang ibu tak tergantikan, dan doa adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan baktinya yang telah terlambat.

Ia berjanji, ia tidak akan lagi mengabaikan orang-orang yang menyayanginya.

Kisah Inspiratif

Berita Terkini

.