Dayah Salafiyah Ummul Ayman Samalanga asuhan Tgk H Nuruzzahri Yahya atau Waled Nu Samalanga kembali menggelar shalat Khusuf Al qamar atau gerhana bulan pada Sabtu pukul 04:30 WIB pagi tadi (28/7) bertempat di Mushalla Ar-Rahmah dayah setempat.
Seperti himbauan tertulis yang tersebar beberapa hari lalu, gerhana bulan berdasarkan perhitungan falakiyah kategori total dengan durasi terlama dalam abad ini (03 jam 54 menit) diprediksikan terjadi pada Sabtu dini hari. Demikian tertulis pada selembaran kertas rekomendasi Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh yang ditandatangani oleh M Daud Pakeh selaku Kakanwil Kemenag Provinsi Aceh.
Tgk H Nuruzzahri Yahya yang akrab dengan sapaan Waled lewat panitia pelaksana Tgk Munziruddin Alkirany menyebutkan shalat gerhana digelar sekira pukul 04:30 WIB. Dimana santri dibangunkan 40 menit lebih awal dari biasanya, berdasarkan berbagai pertimbangan.
Kecuali itu, listrik sempat padam saat shalat sunat yang dalam satu rakaat dilakukan serba dua kali ini mulai digelar, dan kembali menyala di penghujung shalat. Hal itu seperti disebutkan Tgk Yusuf Aree yang bertindak sebagai imam. Kendatipun demikian, menurutnya kondisi gelap tidak menyisakan kendala karena jam’ah memang sudah dalam keadaan siap untuk melaksanakan shalat.
“iya benar, tadi itu begitu takbir langsung mati lampu dan kembali menyala pas (shalat) mau selesai. Tapi alhamdulillah tidak ada kendala yang berarti, karena jama’ah sudah siap semua”, ujarnya ba’da subuh tadi.
Sebagaimana shalat hari raya, shalat gerhana bulan yang berlangsung selama sekitar lima belas menit itu dilanjutkan dengan khutbah yang dibacakan oleh Tgk Subhan S Pd. Dalam tausiah khutbahnya di hadapan seribuan muta’allimin (baca; santri, red) Tgk Subhan mengajak jama’ah untuk mengambil pelajaran di balik fenomena alam yang merupakan sebagian kecil dari tanda kekuasaan Allah SWT itu. Menurutnya, betapa bulan dan matahari saja bisa tidak mampu bercahaya jika Allah menghendaki. Maka sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita tidak berlaku sombong dan berbuat semena-mena di dunia ini.
Selain itu, Tgk Subhan juga menambahkan bahwa perihal seperti gerhana merupakan musibah yang Allah berikan, bisa jadi karena Allah sedang menegur hambaNya yang lalai di dunia ini.
“Ini musibah, teguran Allah bagi hamba-hambaNya yang lalai. Allah tidak mau kita lalai dari mengingatNya, Allah rindu kita bermunajah kepadaNya setulus hati”, jelas Tgk yang sudah berstatus yatim piatu sejak kecil itu (masuk dayah 2004).
Dalam tausiah khutbah sekira 20 menit itu beliau juga mengisahkan di masa Rasulullah SAW dulu pernah terjadi gerhana matahari tepat di hari wafatnya putra Beliau bernama Ibrahim. Saat itu manusia menduga peristiwa itu terjadi disebabkan wafatnya putra Rasulullah SAW dari isteri bernama Mariyah Al qibthiyah itu. Namun Rasulullah dengan tegas membantahnya.
“Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya (matahari dan bulan) tidak menjadi gelap (gerhana) disebabkan kematian seseorang atau lahirnya. Jika kalian mendapati gerhana, maka segeralah mengingat Allah dan (melaksanakan) shalat”, demikian bunyi salah satu Al Hadits Ash-Shahihain.
Khutbah shalat gerhana berakhir tiga menit sebelum masuknya waktu subuh. Dan dilanjutkan dengan shalat subuh berjama’ah seperti biasanya. Waled Nu Samalanga selaku pengasuh dayah bertindak sebagai imam shalat sekaligus khatib bersama santriwati di mushalla komplek putri. (MY)