Asset 3 (3)

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

UMMUL AYMAN

SAMALANGA-BIREUN-ACEH

Berita Terpopuler

_YUA0360

Wisuda di Dayah Ummul Ayman Samalanga: 273 Santri Berbahagia Menyelesaikan Perjalanan Pendidikan

DSC09409

Pengumuman Kelulusan Santri Baru Tahun Ajaran 2024-2025

IMG-20240201-WA0073

10 Tahun Jadi Sarjana : STIS Ummul Ayman Wisudakan 130 Mahasiswa/i

IMG-20240125-WA0044

Berkilau di Bawah Cahaya Ilmu: Yudisium angkatan ke-3 STIS Ummul Ayman Mengabadikan Prestasi 130 Lulusan.

_YUA6753

Kapolres Bireuen Sosialisasikan Bahaya Kenakalan Remaja dan Narkoba di Dayah Ummul Ayman Samalanga

DSC00579

Seminar Nasional di YPI Ummul Ayman, Angkat Tema ‘Runtuhnya Khilafah Usmani dan Munculnya Negara Bangsa,’

Jeritan Putih Abu-abu Menatap HARDIKNAS, Siapa Peduli?

Artikel oleh Tgk. Nabawi, Syukri, S.Pd.* – Fenomena yang menjadi diskursus di tengah masyarakat dayah pada umumnya khususnya para peserta didik yang memakai seragam putih abu-abu di Dayah Ummul Ayman Samalanga adalah “pengumuman kelulusan”, di mana hal ini dapat membedakan antara mereka yang beruntung dan belum beruntung, yang mendapat predikat terbaik dan lain sebagainya. Hal ini tentunya sangat kental dirasakan santriwan/santriwati yang mondok di Dayah Ummul Ayman Samalanga.

Senin dan Selasa, tepatnya 29-30 April 2019 Dayah Ummul Ayman Samalanga mewisudakan 267 peserta didik tingkat aliyah dengan rincian 183 santriwan dan 84 santriwati. Senyum dan tawa nampak terlihat di wajah tiap santriwan/santriwati yang beruntung dan mendapat predikat terbaik. Selanjutnya wajah murung dan sedih diperlihatkan santriwan/santriwati yang belum beruntung.

Setelah selama enam tahun melalui proses belajar mengajar di pondok, tentu banyak hal yang dilalui bersama baik suka maupun duka, kini sampailah mereka pada tahap wisuda yakni sebuah prosesi khusus dengan atribut khas tertentu. Prosesi ini bukanlah akhir dari segalanya akan tetapi hanya sebagai awal yang cerah menatap masa depan yang indah.

Euforia Ala Santri

Senin, 29 April 2019 kemarin merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu bagi sebagian besar santri kelas enam/ jenjang aliyah di Dayah Ummul Ayman Samalanga. Hal ini disebabkan karena hari tersebut merupakan hari pengumuman kelulusan bagi santriwan yang telah mengikuti Ujian Akhir Dayah (UAD) yang dilaksanakan pada awal April 2019.

Berbeda satu hari, hari ini, Selasa, 30 April 2019 justru menjadi hari paling berharga bagi santriwati Dayah Ummul Ayman Samalanga yang juga merupakan hari pengumuman kelulusan mereka pasca Ujian Akhir Dayah (UAD) yang telah dilaksanakan dengan jadwal yang sama.

Setelah melihat pengumuman kelulusan yang ditempel pada beberapa sudut tempat, masyarakat dayah khususnya santriwan/santriwati melakukan perayaan yang seakan-akan wajib dilaksanakan pada tiap tahunnya.

Alhamdulillah euforia kelulusan yang dilancarkan masyarakat dayah masih pada koridor yang lurus, baik dan belum melampaui batas, di mana mereka hanya mengadakan syukuran dan do’a bersama, baik dengan kerabatnya maupun keluarganya atau bahkan para guru-gurunya.

Euforia ala santri islami juga dibuktikan oleh aksi siswa SMK di Dayah Ummul Ayman II , Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya baru-baru ini. Di mana mereka pada perayaan kelulusan menggalang seragam putih abu-abu yang bersejarah bagi mereka selama menjadi siswa sekaligus santri, untuk selanjutnya diberikan untuk adik leting yang membutuhkan sebagai ajang konsolidasi ikatan persaudaraan dan silaturrahmi antar santri se ayah rohani.

Rasanya aksi sosial ini lebih berguna dari pada coret-coret baju seragam yang sulit dipahami dari berbagai persepsi, dan santriwan/santriwati Dayah Ummul Ayman sudah cukup berkarakter untuk bisa memilih apa yang sebaiknya dilakukan dalam merayakan kegembiraannya atas kelulusan dan apa yang seharusnya dihindari. Harap-harap jadi sedekah jariah dan tertuai di hari kiamat nanti.

Mengingat budaya yang melekat pada euforia kelulusan adalah coret-coret baju seragam. Karena itu aksi santriwan/santriwati dalam menyikapi perayaan kelulusan dengan baik perlu diapresiasikan oleh pihak manapun dan perlu diaplikasikan secara rill di masa mendatang bagi peserta jenjang akhir pendidikan di negeri tercinta ini.

Tidak Perlu Bersedih Hati

Tidak perlu bersedih hati, karena lulus merupakan sebuah perubahan juga sebagai bekal selanjutnya atau sebagai perpindahan dari jenjang satu ke jenjang selanjutnya. Lulus adalah dimana saatnya dituntut untuk mandiri, merencanakan masa depan yang baik, melangkah ke kehidupan yang baru, terjun langsung ke dunia nyata dengan segala hak dan kewajiban yang diemban, dengan sejumlah resiko dan konsekuensi dari tindakan yang diambil.

Berikutnya lulus adalah penetapan bahwa, “salah” adalah kata yang seharusnya dihindari, “tanggung jawab” adalah hal yang mutlak harus dimiliki, dan “usaha” adalah pekerjaan yang seharusnya direalisasi. Itulah yang harus tertanam dalam hati santriwan dan santriwati. Berbanggalah menjadi santri yang telah menuntut ilmu baik duniawi maupun ukhrawi.

Perlu direnungi bahwa proses belajar itu tak terhenti oleh kata “lulus dan lulus murni”. Karena lulus adalah status yang merubah kondisi, memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam bentuk apapun, setidaknya perubahan kearah yang lebih baik lagi. Hal ini berawal dari diri sendiri.

“Barangsiapa diuji kemudian bersabar, diberi kemudian bersyukur, dizalimi kemudian memaafkan dan menzalimi kemudian beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah.” (HR. Al-Baihaqi).

Makna substansial hadits di atas adalah hidayah Allah swt sangat mudah didapatkan oleh mereka yang diuji kemudian bersabar dan menerima dengan lapang dada serta menginstropeksi diri dan tidak berlarut dalam kesedihan lagi.

Tidak lulus bukanlah berarti gagal melainkan ujian hakiki bagi mereka yang hendak dihidayahkan ilahi. Tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan, bangun dan berdiri seraya berkata saya tidak sendiri, masih ada yang peduli seperti guru, ayah dan ummi.

Ilmu dan Ijazah

Ilmu dan ijazah mana lebih penting? Jika tidak diharuskan untuk memilih, maka ke duanya penting, karena ilmu itu sangat penting, di mana Allah memberikan derajat tertinggi bagi mereka yang punya ilmu. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

“Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS, Al Mujadilah: 11).

Itulah kenapa ilmu lebih penting dibandingkan ijazah, karena ilmu hanya diberikan Allah bagi manusia yang mukhtar dan terpilih.

Berikutnya ijazah pun perlu dicari, mengingat ijazah itu sebagai pemompa atau pedongkrak semangat belajar dalam mengarungi kehidupan ini. Namun kalau harus memilih, maka umumnya orang akan memilih ijazah. Sehingga, sering terdengar cuitan aneh, “mencari ijazah dahulu, sedangkan ilmu bisa didapatkan kemudian hari”. Kenyataannya hal ini mustahil terjadi. Karenanya setelah mendapatkan ijazah, maka belajarnya pun ikut menepi, karena rasa seakan mencukupi.

Apa sebabnya ijazah lebih diutamakan dari pada ilmu? karena dewasa ini, tanpa ijazah, ilmunya tidak diakui. Sebaliknya, pemegang ijazah, meskipun tidak berilmu sesuai dengan yang tertulis pada ijazahnya, tetap diakui. Salah kaprah seperti ini sepatutnya dihindari masyarakat khususnya masyarakat dayah dan para santriwan/santriwati.

Apa konsekuensinya jika ijazah lebih diprioritaskan dibandingkan ilmu? Tatkala ijazah dipandang lebih penting dari pada ilmu, maka orang ramai-ramai mengejar ijazah. Lembaga pendidikan yang cepat meluluskan dan mengeluarkan ijazah dianggap lebih baik dan bermutu. Maka dalam memilih lembaga pendidikan, tidak sedikit orang menjatuhkan pilihan pada lembaga pendidikan yang segera meluluskan. Lebih cepat ijazah diperoleh, dianggap lebih baik.

Berikutnya sebagai akibat dari semua ini, bertumbuhnya budaya menghargai ijazah sebagai segala-galanya, maka lembaga pendidikan bukan lagi tempat yang menyenangkan untuk mendapat dan mengembangkan ilmu pengetahuannya. Bahkan segelintir orang menganggap lembaga pendidikan bagaikan penjara suci.

Tak dapat dipungkiri, tatkala dinyatakan lulus dan mendapatkan ijazah, mereka gembira luar biasa hampir tidak mengenali diri. Sebaliknya, bagi yang tidak lulus merasa seolah-olah masa tinggal di penjara suci harus diperpanjang kembali. Persepsi seperti ini, menjadikan segelintir orang mencari jalan pintas dan mudah dihadapi. Beragam cara akan dilalui untuk mendapat ijazah tanpa sesuatu yang mesti dipikir lagi yaitu dengan cara membeli, hingga muncullah ijazah tidak asli.

Ini perlu direnungi dengan hati sanubari menjadi santriwan/santriwati yang berjiwa Qurani, sesuai harapan ummi abi. Euforia ala santri harus diapresiasi dan diimplementasi pada siswa siswi di negeri Indonesia ini. Tidak perlu bersedih hati, karena santri bukan profesi yang mudah dicari, ini kuasa dan hidayah ilahi, mari berbenah diri. #Bravo santri.

*Tgk Nabawi Syukri, S.Pd., Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Ar-Raniry, Banda Aceh dan Staf Pengajar Dayah Ummul Ayman Samalanga, Email: Nabawi.syukri@gmail.com

Kisah Inspiratif

Berita Terkini

.